Minggu, 30 Desember 2012



Sistem Budidaya,sumber air,system pembuangan dan aliran air kolam yang digunakan dalam kegiatan budidaya.
 ,Jenis-jenis kolam yang akan digunakan sangat tergantung kepada sistem budi daya yang akan diterapkan. Ada tiga sistem budi daya ikan yang biasa dilakukan.
1. Tradisional/ekstensif, kolam yang digunakan adalah kolam tanah yaitu kolam yang keseluruhan bagian kolamnya terbuat dari tanah.

2. Semi intensif, kolam yang di- gunakan adalah kolam yang bagian kolamnya (dinding pematang) terbuat dari tembok sedangkan dasar kolamnya terbuat dari tanah .

3. Intensif, kolam yang digunakan adalah kolam yang keseluruhan bagian kolam terdiri dari tembok .

Jenis-jenis kolam berdasarkan sumber air yang digunakan adalah kolam air mengalir/running water dengan sumber air berasal dari sungai atau saluran irigasi di mana pada kolam tersebut selalu terjadi aliran air yang debitnya cukup besar (50 l/detik) dan kolam air tenang/ stagnant water dengan sumber air yang digunakan untuk kegiatan budi daya adalah sungai, saluran irigasi, mata air, hujan, dan lain- lain tetapi aliran air yang masuk ke dalam kolam sangat sedikit debit airnya (0,5–5 l/detik) dan hanya berfungsi menggantikan air yang meresap dan menguap.
Jenis-jenis kolam yang dibutuhkan untuk membudidayakan ikan berdasar-kan proses budi daya dan fungsinya dapat dikelompokkan menjadi beberapa kolam antara lain kolam pemijahan, kolam penetasan, kolam pemeliharaan/pembesaran, dan kolam pemberokan induk.
Kolam pemijahan adalah kolam yang sengaja dibuat sebagai tempat perkawinan induk-induk ikan budi daya. Ukuran kolam pemijahan ikan bergantung kepada ukuran besar usaha, yaitu jumlah induk ikan yang akan dipijahkan dalam setiap kali pemijahan. Bentuk kolam pemijahan biasanya empat persegi panjang dan lebar kolam pemijahan misalnya untuk kolam pemijahan ikan mas sebaiknya tidak terlalu berbeda dengan panjang kakaban. Sebagai patokan untuk 1 kg induk ikan mas membutuhkan ukuran kolam pemijahan 3 × 1,5 m dengan kedalaman air 0,75–1,00 m.
Kolam pemijahan sebaiknya dibuat dengan sistem pengairan yang baik yaitu mudah dikeringkan dan pada lokasi yang mempunyai air yang mengalir serta bersih. Selain itu kolam pemijahan harus tidak bocor dan bersih dari kotoran atau rumput- rumput liar .
Kolam penetasan adalah kolam yang khusus dibuat untuk menetaskan telur ikan, sebaiknya dasar kolam penetasan terbuat dari semen atau tanah yang keras agar tidak ada lumpur yang dapat mengotori telur ikan sehingga telur menjadi buruk atau rusak. Ukuran kolam penetasan disesuaikan juga dengan skala usaha. Biasanya untuk memudahkan perawatan dan pemeliharaan larva, ukurannya 3 × 2 m atau 4 × 3 m .
Kolam pemeliharaan benih adalah kolam yang digunakan untuk memelihara benih ikan sampai ukuran siap jual (dapat berupa benih atau ukuran konsumsi). Kolam pemeliharaan biasanya dapat dibedakan menjadi kolam pendederan dan kolam pembesaran ikan. Pada kolam semi intensif atau tradisional sebaiknya tanah dasar kolam adalah tanah yang subur jika dipupuk dapat tumbuh pakan alami yang sangat dibutuhkan oleh benih ikan .
Kolam pemberokan adalah kolam yang digunakan untuk menyimpan induk-induk ikan yang akan dipijahkan atau ikan yang akan dijual/diangkut ke tempat yang jauh .
Sumber air
Kolam yang ada di Talun ,Blitar terdapat kolam pembenihan,pemijahan dan pendederan ikan dimana sumber air kolam tersebut diambil dari aliran sungai yang dekat dengan kolam tersebut.
Sistem pembuangan
Sistem pembuangan ini yang dimaksudkan adalah air yang kotor akan dikumpulkan dan kemudian dibuang menuju sungai di dekat kolam tersebut.
Aliran air kolam yang digunakan dalam kegiatan budidaya
Pada kolam tersebut menggunakan aliran air dari sungai dengan menggunakan system budidaya inlet dan outlet kolam.Inlet dan outlet dibuat dengan maksud untuk sirkulasi air yang masuk kedalam kolam dan air yang masuk kedalam sistem filter. Inlet digunakan untuk memasukan air kekolam dengan menggunakan pompa, sedangkan Outlet digunakan untuk saluran air dan kotoran yang ada dikolam dapat masuk kedalam sistem filter.

INLET DAN OUTLET KOLAM BUDIDAYA
Disini kami mengambil pada fase pendederan untuk menjelaskan tentang outlet dan inlet kolam budidaya
Pendederan adalah tahap pelepasan/penyebaran benih (baik tumbuhan atau ikan/udang) ke tempat pembesaran sementara. Pendederan ikan bisa dilakukan di kolam permanen, yaitu kolam yang keseluruhan bagian kolam terdiri dari lapisan batu bata dan semen / biasa disebut kolam tembok. Kontruksi kolam permanen harus kuat pada sambungan-sambungan pasangan batu bata / batu kali pada lantai dasar dan dinding kolam karena sebagai penahan air. Dasar kolam dan dinding kolam yang tidak kuat akan mudah retak dan pecah-pecah sehingga mempercepat peresapan air ke dalam tanah.
Bentuk kolam yang akan digunakan untuk membudidayakan ikan ada beberapa macam antara lain adalah kolam berbentuk segi empat / empat persegi panjang, berbentuk bujur sangkar, berbentuk lingkaran atau berbentuk segitiga. Bentuk kolam ikan yang ideal untuk pemeliharaan adalah empat persegi panjang dengan ukuran 100-500 m2 dengan kedalam kolam berkisar 1-1,5 m. Kolam untuk pendederan harus menggunakan air yang tenang / tidak mengalir agar larva ikan tidak ikut terbawa arus.
 Dibawah ini merupakan ilustrasi desain kolam semen.


Gambar 1. Ilustrasi Desain Kolam Pendederan Ikan.
               
Syarat teknis konstruksi suatu kolam yang akan digunakan untuk membudidayakan ikan sebaiknya mempunyai :
  1. Pematang kolam
Gambar 2. Pematang Kolam Dipotong Melintang
                        Ukuran dinding (pematang) kolam sebagai penahan desakan air kearah samping harus dibangun menurut pertimbangan luas dan kedalam (tinggi) kolam. Dinding (pematang) kolam ikan yang cukup luas dan dalam harus dibuat tebal dan kuat.  Ketebalan dinding kolam permanen dapat diperhitungkan berdasarkan ketebalan pasang batu bata atau batu kali. Untuk kolam ukuran besar atau luas, dinding kolam harus dibangun dengan pasangan 1 (satu) batu bata.
  1. Dasar kolam

Gambar 3. Dasar Kolam Dari Samping
Di bagian tengah dasar kolam (nomor 2) dibuat parit (kemalir) yang memanjang dari pemasukan air ke pintu pengeluaran air (monik). Kemalir dibuat selebar 30-50 cm dengan kedalaman 10-15 cm. Kowean (nomor 3) berfungsi sebagai tempat berkumpulnya ikan pada saat proses pemanenan, kedalamannya mencapai 40 cm dan mempunyai panjang cm dan lebar cm. Kemiringan kolam dari pemasukan air ke pembuangan (kemalir) sebesar 0,5%. Pada nomor 1 dan 4 merupakan gambar monik.
  1. Pintu air
Pintu air kolam berfungsi untuk memasukan air atau mengeluarkan air dari kolam. Yang dimaksud air yang masuk adalah air segar dan kaya oksigen. Sedangkan air yang dikeluarkan adalah air kotor didasar kolam yang banyak mengandung amonia, CO2, dan limbah metabolisme (metabolit) lainya. Inlet dan oulet kolam yang terbuat dari beton disebut monik. Saluran pemasukan air berfungsi untuk mengalirkan air dari sumber air keperkolaman, sedangkan saluran pembuangan berfungsi menyalurkan air dari perkolaman ke luar. Kolam yang baik harus memiliki pintu pemasukan air dan pintu pengeluaran air secara terpisah. Pemasukan air sebaiknya dibuat pada tempat yang lebih tinggi dari kolam dan pengeluaran air pada bagian yang lebih rendah. Dibawah ini merupakan ilustrasi desain monik pada inlet kolam:

Gambar 4. Pintu Masuk Air
Gambar 5. Pintu Masuk Air dari Samping
Monik pada inlet kolam memiliki 4 kotak yang masing dipasang papan dan 1 kotak dipasang saringan. Saringan disini menggunakan saringan yang lembut sehingga larva ikan tidak bisa keluar. Tinggi papan disesuaikan dengan tinggi air yang dikehendaki. Pada gambar 5, nomor 1 dipasang papan, nomor 2 dipasang saringan, nomor 3-5 lima dipasang papan. Setelah pemasangan papan maka akan terbentuk ruang antar papan. Pada nomor 6 diisi dengan zeolit secukupnya. Zeolit ini mempunyai beberapa fungsi antara lain:
a.    Mampu meningkatkan kadar oksigen terlarut dalam air (DO), khususnya elemen SiO2 dan Al2O3. Pada tahap ini, peningkatan kadar DO secara tidak langsung terjadi akibat pengikatan amoniak yang bersifat mereduksi.
b.    Mampu menjaga derajat keasaman (pH).
c.    Mampu menjaga kesadahan air (hardness). Mampu mengikat logam – logam berat, seperti Pb, Fe, Hg, Sn, Bi dan As, yang terdapat didalam air maupun tanah dasar kolam, yang dapat mengancam kelangsungan hidup ikan.
d.   Membantu tumbuh dan berkembangnya fitoplankton di tambak, sehingga ketersediaan pakan alami untuk udang selalu terjaga.
Sedangkan pintu pengeluaran air (monik)  yang memiliki dua kotak tempat papan dan satu kotak tempat saringan. Pada gambar 7, nomor 1 diisi dengan saringan kemudian nomor 2 dan 3 diisi dengan papan. Pada nomor 4 dipasang  pipa paralon yang dipasang didasar kolam di bawah pematang dengan bantuan ppa berbentuk “L” mencuat keatas sesuai denagn ketinggian air kolam. Dibawah ini merupakan ilustrasi desain  monik outlet

Gambar 6. Pintu Keluar Air


Gambar 7. Pintu Keluar Air dari Samping 

Penggunaan kolam tembok mempunyai beberapa kelebihan diantaranya:
1.      Pada tembok terjadi difusi udara sehingga memungkinkan tumbuhnya tumbuhan renik (Pitoplankton) sehingga dengan sendirinya akan muncul banyak binatang renik ( zooplankton ).
2.      Umur Penggunaan pada kolam tembok relatif lebih lama yakni mampu bertahan hingga 5 – 10 tahun.
3.      Dengan kolam tembok telah terbukti mampu meredam perubahan suhu sehingga suhu dalam media tetap stabil.
4.      Pengaturan air yang lebih mudah
Meski mempunyai banyak kelebihan, kolam tembok juga mempunyai beberapa kekurangannya yaitu;
1.      Pembuatan kolam tembok membutuhkan biaya relatif lebih mahal.
2.      Sifatnya yang permanen sehingga tidak bisa dipindah-pindah.
3.      Menyisakan sedikit kerepotan pada saat pemanenan tepatnya pada saat pengerukan lumpur dan pengeringan kolam.
4.      Pada kolam yang baru dibuat perlu dilakukan perendaman terlebih dahulu dengan air yang dicampur serabut kelapa selama 2 mingguan, tujuannya agar zat-zat yang membahayakan dalam semen dapat ternetralkan.

KONDISI FISIK KOLAM

Kondisi fisik kolam yang ada di Blitar sudah bagus.Kolam terdiri dari pemeliharaan ikan Gurame,ikan koi dan Lobster air tawar dimana dalam system pemeliharaaannya menggunakan system kolam semi intensif.


1.Budidaya Ikan Gurame
Ikan gurame merupakan salah satu komoditas unggulan ikan air tawar yang mudah dibudidayakan serta mempunyai nilai ekonomis yang tinggi, peluang mengusahakan gurame sebenarnya sangat terbuka sebab untuk membesarkan gurame kini dapat dilakukan dalam waktu singkat hanya 4 – 5 bulan hingga mencapai ukuran siap konsumsi. Perikanan budidaya khususnya ikan gurame selain berperan dalam pemenuhan kebutuhan masyarakat, peningkatan pendapatan petani dan negara, juga penting dalam perluasan kesempatan kerja dan pertumbuhan agrobisnis.
Jenis ikan gurame
Jenis gurame yang telah lama dikenal hanya dua jenis, yaitu gurame soang dan gurame jepun, namun saat ini terdapat beberapa strain gurame baru, ada dugaan bahwa strain-strain baru tersebut merupakan keturuna atau perkawinan silang dari gurame soang dan gurame jepun yang mengalami penyesuaian pada masing-masing daerah
  1. Gurame Porsalin
  2. Gurame Blusafir
  3. Gurame Paris
  4. Gurame Soang
  5. Gurame Jepang
  6. Gurame Bastar

Pembenihan Gurame
A.  Pemilihan induk
Salah satu keberhasilan pemijahan ikan gurame adalah tergantung dari cara memilih induk
yang akan dipijahkan, induk jantan dan betina yang dipijahkan harus baik dan unggul
sehingga akan dihasilkan benih yang unggul pula, adapun ciri-ciri induk yang berkualitas
kurang lebih adalah :
  • Pilih induk yang pertumbuhan paling cepat dari satu peranakan
  • Tidak cacat
  • Gerakan ikan lincah
  • Susunan sisik rapi, teratur, licin dan mengkilat serta tidak ada luka
  • Umur produktif 4 – 10 tahun
  • Berat > 20 Kg
B.  Persiapan pemijahan
Persiapan pemijahan ikan gurame tersebut mencakup persiapan kolam pemijahan dan
persiapan sarang tempat telur ikan gurame, proses pemijahan ikan gurame membutuhkan
waktu relatif lama untuk mulai melakukan pemijahan, tidak seperti ikan mas atau lele yang
begitu dipertemukan langsung memijah, pemijahan sangat dipengaruhi tingkat kematangan
gonad induk dan rangsangan dari luar, proses pemijahan induk gurame biasanya akan
berlangsung setelah 15 – 30 hari induk dilepas ke kolam pemijahan.berikut ini persiapan
pemijahan ikan gurame :
1.  Persiapan kolam pemijahan
  • Kolam dikeringkan 3 – 7 hari
  • Perbaikan pematang yaitu membersihkan kolam dari semua kotoran yang ada dan masuk kekolam serta memberihkan rumput liar disekitar pematang
  • Setelah pengeringan kolam, kemudian dilakukan pengapuran
  • Pengisian air kolam dengan air bersih dan jernih sedalam 80 cm
  • setelah kolam disisi air selama 3 – 4 hari maka induk sudah bisa dimasukan kedalam kolam pemijahan
2.  Mempersiapkan sarang
Agar proses pemijahan dapat berlangsung lebih cepat pembudidaya perlu menyediakan
tempat kerangka sarang dan bahan-bahan yang diperlukan untuk membuat bahan sarang
seperti ijuk atau serbuk kelapa, keberadaan bahan sarang tersebut juga akan
merangsang induk cepat untuk memijah
C.  Penetasan telur
Proses penetasan telur dilakukan untuk mendapatkan larva ikan, proses penetasan telur
dilakukan dalam wadah khusus seperti aquarium, bak ember dan paso yang ditempatkan
diruang tertutup dan terlindung, istilah ruang tertutup adalah ruangan yang terlindung dari
pengaruh cuaca, curah hujan, angin, perubahan suhu, dan hama predator. Persyaratan
penetasan telur dan pemeliharaan larva yaitu air harus bersih dan jernih serta suhu udara
dan suhu air harus stabil tidak berfluktuasi. Telur yang menetas dipelihara sehingga
menjadi larva ukuran gabah atau biji oyong, dengan lama pemeliharaan kurang lebih 30-40
hari.Penetasan telur dan pemeliharaan larva merupakan priode masa kritis sehingga
penanganannya harus dilakukan secara hati-hati, penetasan telur dan pemeliharaan larva
gurame secara terkontrol mutlak dilakukan karena angka kematian larva yang baru
menetas sampai dengan ukuran gabah atau biji oyong sangat tinggi.

D.  Pemeliharaan larva gurame
Pemeliharaan larva dilakukan dari telur menetas yaitu umur 9 – 12 hari hingga menjadi larva
ukuran gabah atau biji oyong dengan berat 0.5 gram/ekor, pemeliharaan larva mulai
dilakukan ketika cadangan makanan atau kuning telur (yolk) yang ada diperut larva mulai
habis yaitu umur 9 – 12 hari dari telur menetas, pakan larva yang diberikan pasca cadanan
makanan mulai habis yaitu kutu air, dan cacing sutra, waktu yang dibutuhkan untuk
mencapai benih ukuran gabah atau biji oyong yaitu 30 – 40 hari. Pemeliharaan larva
merupakan kegiatan yang paling menentukan keberhasilan dari sutau pembenihan ikan
gurame. Stadia larva merupakan masa yang paling kritis dalam siklus hidup ikan, malahan
lebih susah dari fase penetasan telur itu sendiri. Tingkat kematian pada larva sangat tinggi,
penetasan telur dan pemeliharaan larva gurame secara terkontrol mutlak dilakukan karena
angka kematian larva yang baru menetas sampai dengan ukuran gabah atau biji oyong
sangat tinggi, oleh karena itu, pemeliharaan larva harus dilakukan didalam ruangan tertutup
dan terlindung dari pengaruh cuaca, curah hujan, angin, perubahan suhu dan hama predator.
E.  Pendederan gurame
Pendederan adalah suatu kegiatan pemeliharaan benih gurame setelah priode larva
sampai dihasilkan ukuran benih tertentu yang siap didederkan kembali atau siap ditebarkan
dikolam pembesaran, pendederan juga merupakan tahapan yang tepat untuk menyeleksi
benih-benih unggul, pembenihan ikan gurame dapat dilakukan secara berulang kali, jadi
pendederan bernih gurame bisa dijadikan kegiatan yang dilakukan sebagai suatu bisnis
tersendiri. Pendederan gurame dilakukan dari benih sebesar gabah atau biji oyong namun
ada juga pendederan yang dimulai dari ukuran yang lebih besar yaitu ukuran kuku. Berikut
ini ukuran yang dihasilkan dari setiap tahapan pendederan benih gurame yaitu : 1 – 2 cm
(gabah/oyong), ukuran 2 – 4 cm (kuku), ukuran 4 – 6 cm (silet), ukuran 6 – 8 cm (wadah
korek), sampai benih ukuran bungkus rokok 8 – 11 cm yang selanjutnya dilakukan pada
tahap pembesaran. Kegiatan pendederan gurame hampir sama dengan kegiatan
pembesaran gurame. kegiatan pendederan ikan gurame tersebut meliputi persiapan
wadah/kolam, penebaran benih, pemberian pakan, pengolahan air, pengendalian hama
dan penyakit dan pemanenan.
F.  Pembersan gurame
Pembesaran gurame adalah suatu kegiatan budidaya yang meliputi kegiatan pra produksi,
proses produksi dan pemanenan yang bertujuan untuk menghasilkan ikan gurame ukuran
konsumsi atau ukuran yang dikehendaki sesuai permintaan pasar, kegiatan pembesaran
merupakan kelanjutan dari pendederan, gurame ukuran konsumsi layak dipanen jika telah
mencapai ukuran 500 – 800 gram/ekor, namun ada juga konsumen yang menghendaki
gurame berukuran diatas 1 kg/ekor, khususnya untuk keperluan pesta atau hajatan.
Pembesaran gurame secara intensif disarankan dilakukan secara monokultur yaitu dalam
satu kolam hanya dipelihara ikan gurame saja. Hal ini dikarenakan gurame sangat lambat
ketika menyantap makanan, jika gurame dilakukan secara polikultur dimana dalam satu
kolam dipelihara dua atau lebih ikan dikhawatirkan pakan yang seharunya dimakan gurame
terlebih dahulu dimakan ikan pesaing sehingga pertumbuhan gurame tidak optimal. Benih
gurame yang diigunakann untuk kegiatan pembesaran yaitu minimal berukuran 100 g/ekor,
umumnya benih yang digunakan untuk kegiatan pembesaran berukuran 200 – 250 g/ekor,
waktu yang dibutuhkan untuk mencapai ukuran konsumsi minimal 500 g/ekor yaitu 4 – 5
bulan. Adapun kegiatan dalam proses produksi pembesaran ikan gurame umumnya
meliputi
  1. Persiapan kolam atau wadah
  2. Penebaran benih
  3. Pemberian pakan
  4. Pengolahan air
  5. Pengendalian hama dan penyakit
  6. pemanenan
G.  Pakan
Pakan adalah sumber energi bagi mahluk hidup, pakan dibutuhkan untuk menunjang
pertumbuhan dan perkembangan ikan gurame, pakan gurame terdiri dari pakan alamai 
(hijauan) tumbuhan dan pakan buatan (pelet), pakan tersebut dibutuhkan untuk menunjang
pertumbuhan dan kelangsungan hidup ikan gurame, jika pakan diberikan sesuai dengan
kebiasaan makan gurame makan gurame dan mengandung gizi tinggi maka pertumbuhan
gurame dapat terpacu lebih cepat. Pakan alami sangat bagus diberikan pada ikan yang
masih dalam stadia larva atau benih, contoh pakan alami untuk larva atau benih gurame
tersebut adalah kutu air, cacing sutra dan arthemia sp, sedangkan pakan tumbuhan adalah
pakan yang diberikan dalam bentuk apa adanya kepada ikan seperti daun-daunan.

H.  Pengendalian hama dan penyakit
Ikan yang dipelihara tidak akan lepas dari gangguan atau serangan hama dan penyakit,
serangan hama dan penyakit ikan bisa datang dan menyerang ikan secara tiba-tiba tanpa
diketahui sebelumnya, hama dan penyakit tersebut dapat mengancam kelangsungan hidup
gurame dari stadia telur, larva, benih sampaj gurame dewasa. Seranan hama dan penyakit
ini dapat menyebabkan produksi ikan menurun dan dapat menimbulkan kematian secara
masal sehingga gagal panen, oleh karena itu penanganan hama dan penyakit pada
gurame merupakan faktor yang perlu mendapat perhatian. Pengendalian hama dan
penyakit dapat dilakukan dengan 2 cara yaitu pencegahan dan pengobatan. Pencegahan
adalah upanya untuk menjaga agar tidak terjadi serangan sedangkan pengobatan
merupakan upanya untuk mengobati ikan-ikan yang terserang hama dan penyakit agar
sehat kembali.
Pencegahan hama dan penyakit ikan merupakan cara yang efektif dibandingkan dengan
pengobatan karena biaya lebih murah dan tidak ada efek sampingan terhadap ikan dan
orang yang mengkonsumsi ikan. Penyakit yang menyerang ikan merupakan suatu proses
hubungan antara tiga faktor yaitu lingkungan, ikan dan jasad penyakit. Ikan yang terserang
jasad penyakit merupakan hasil interaksi yang tidak serasi antara lingkungan, ikan dan
organisme penyebab penyakit, misalnya lingkungan yang tidak sesuai adalah perubahan
suhu yang mendadak yang dapat menyebabkan ikan stres sehingga ikan menjadi lemah
dan mudah terserang penyakit. selain faktor tersebut hama dan penyakit umumnya
menyerang setelah ikan mengalami gangguan fisik, kurang gizi akibat mutu pakan yang
jelek, menurunnya kualitas air kolam, sanitasi lingkungan yang buruk serta pengetahuan dan
kemampuan petani ikan yang masih terbatas soal hama dan penyakit ikan.

2.Budidaya Ikan Koi                             

Ikan Koi termasuk ke dalam golongan ikan carp (karper). Harga Koi sangat ditentukan berdasarkan bentuk badan dan kualitas tampilan warna. Ikan koi pertama kali dikenal pada dinasti Chin tahun 265 dan 316 Masehi. Koi dengan keindahan warna dan tingkah laku seperti yang kita ketahui saat ini, mulai dikembangkan di Jepang 200 tahun yang lalu di pegunungan Niigata oleh petani Yamakoshi.

Pemuliaan yang dilakukan bertahun-tahun menghasilkan garis keturunan yang menjadi standar penilaian koi. Beberapa varietas yang tersebar ke seluruh dunia digolongkan Asosiasi Koi Jepang(en Nippon Airinkai) menjadi 13 kelompok antara lain: Bekko, Utsurinomo, Asagi-Shusui, Goromo, Kawarimono, Ogon dan Hikari-moyomono. Sedangkan 5 golongan utama yaitu Kohaku, Sanke, Showa, Hirarinuji dan Kawarigoi.

Taksonomi koi adalah sebagai berikut:

Philum : Chordata
Kelas : Actinopterygii
Ordo : Cyprinoformes
Famili : Cyprinidae
Genus : Cyprinus
Spesies: Carpio

Nilai koi tergantung dari ukuran, bentuk serta keseimbangan pola dan intensitas warna kulit. Koi terbaik adalah yang memiliki intensitas, keseimbangan dan kejernihan warna terbaik. Membeli koi kecil sebaiknya dipilih yang memiliki kepala terbesar, biasanya akan tumbuh menjadi ikan dengan tubuh besar. Bentuk yang paling baik adalah seperti “torpedo”.


1. Pemilihan lokasi & konstruksi wadah

Ikan koi secara alami hidup di air deras sehingga membutuhkan air jernih dan berkadar oksigen tinggi. Pemeliharaan ikan koi yang terbaik adalah di kolam sehingga mudah mendapatkan makanan alami dan sinar matahari untuk merangsang pewarnaan tubuh. Kolam sebagian dinaungai karena sinar matahari yang terlalu banyak menyebabkan suhu air kolam meningkat dan air kolam menjadi keruh akibat blooming fitoplankton.
Koi berukuran kecil dapat ditempatkan di akuarium, walaupun ini tidak dapat menjadi habitat permanen. Bila dipelihara dalam kelompok, koi akan belajar untuk tidak mengganggu ikan yang berukuran sama, tetapi memakan ikan yang lebih kecil. Koi suka menggali dasar kolam sehingga menyebabkan akar tanaman rusak.

2. Teknik Budidaya


2.1 Kualitas Air

Air merupakan media hidup dan mempengaruhi kualitas tampilan ikan koi sehingga perlu mendapat perhatian. Kualitas air untuk mendukung perkembangan koi secara optimum adalah sebagai berikut:
  • suhu air berkisar 24-26oC,
  • pH 7,2-7,4 (agak basa),
  • oksigen minimal 3-5 ppm,
  • CO2 max 10 ppm,
  • nitrit max 0,2.
Air yang digunakan harus terdeklorinisasi atau sudah disaring dan diendapkan 24 jam. Air yang digunakan untuk pemijahan dan penetasan telur sebaiknya memiliki kandungan oksigen dan suhu yang stabil. Untuk menjamin tersedianya oksigen dapat digunakan aerator, sedangkan suhu pada bak pemijahan diusahakan sama dengan suhu air kolam dengan tingkat perbedaan (fluktuasi) kurang dari 5oC.


2.2. Pakan

Koi adalah bottom feeder (pemakan di dasar) dan omnivora (pemakan segala). Meski demikian ia biasa makan apa saja yang bisa dimakan, seperti pucuk daun, atau berburu cacing di dasar sungai. Maka inilah guna dari sungut yang ada pada mulut ikan. Pakan buatan untuk pembesaran koi dapat diberikan dalam bentuk butiran (pellet). Sumber protein utama adalah formulasi kombinasi antara bahan nabati (misalnya tepung kedelai, tepung jagung, tepung gandum, tepung daun, dll) dan bahan hewani (seperti; tepung ikan, tepung kepala udang, tepung cumi,kekerangan dll) serta multivitamin dan mineral seperti Ca, Mg, Zn, Fe, Co sebagai pelengkap pakan.

Kualitas pakan sangat menentukan tampilan warna sebagai daya tarik ikan koi sendiri, sehingga banyak upaya telah dilakukan dengan menggunakan bahan pakan yang mengandung zat pigmen seperti karotin (warna jingga), rutin (kuning) dan astasantin (merah). Zat-zat tersebut terkandung pada tubuh hewan dan tumbuhan tertentu seperti wortel mengandung zat karotin; sedangkan ganggang, chlorella, kubis, cabai hijau mengandung rutin; spirulina, kepiting, udang mengandung astasantin. Para pembudidaya saat ini tidak perlu lagi menyiapkan pakan sendiri karena sudah tersedia di pasaran pakan koi yang sudah di formulasi sesuai dengan kebutuhan nutrisi dan zat untuk pembentukan warna ikan koi.

Pakan alami atau pakan hidup misalnya cacing darah, cacing
tanah, daphnia, cacing tubifex cocok diberikan pada benih koi (hingga bobot 50 g/ekor) karena lebih mudah dicerna oleh benih sesuai dengan kondisi sistem pencernaan, selain itu koi juga dapat memakan phitoplankton dalam kolam.

Jumlah pakan diberikan berdasarkan jumlah ikan (bobot biomassa) dalam kolam dengan kisaran kebutuhan 3-5 % per-hari, dengan frekuensi pemberian 2-3 kali per-hari hal ini juga disesuaikan dengan kondisi ikan dan media air pemeliharaannya.

Menurut pengalaman dan penelitian bertahun – tahun, ditemukanlan bahan – bahan aktif yang dapat ditambahkan untuk membuat warna koi lebih cemerlang. Koi yang dipelihara di kolam Lumpur ternyata memiliki kualitas warna yang lebih cemerlang dibandingkan dengan yang dipelihara di kolam tembok. Ternyata ikan loi tersebut banyak menyantap ganggang yang memang  tumbuh di Lumpur. Ganggang yang dimakan koi mengandung banyak zat karoten. Maka kalau anda ingin menambah warna ikan lebih cemerlang beri makan “krill”, paprika, dan daun marigold, semuanya dapat anda campurkan dalam makanannya. Banyak makanan sumber karoten ini sudah dalam bentuk extract sehingga mudah dicampurkan dengan pellet atau roti.


2.3. Pembenihan

Kolam pemijahan tidak mungkin menjadi satu dengan kolam taman. Kolam pemijahan harus mempunyai pintu pemasukan dan pintu pengeluaran air tersendiri.Selain itu, seluruh kolam harus diplester dan bisa dikeringkan dengan sempurna.

Luas kolam pemijahan bervariasi. Untuk kolam sempit dapat menggunakan kolam seluas 3-6 m2 dengan kedalaman 0,5 m. Lokasi kolam cukup mendapatkan sinar matahari, tidak terlalu ribut, terlindung dari jangkauan anak-anak dan binatang peliharaan lain.

Jika mungkin, sediakan juga kolam penetasan telur dan perawatan benih. Kolam penetasan, bentuknya bisa persegi panjang atau bulat. Kalau kolam bulat, diameternya antara 1,5-2 m.
Satu kolam lagi jika ada, yaitu kolam untuk menumbuhkan pakan alami yang dipakai untuk lmensuplai pakan benih jika kuning telurnya telah habis. Kedalaman kolam sekitar 30 cm. Luas kolam antara 6-10 m2, cukup memadai.

Bagi yang memiliki uang cukup, dinding kolam bisa dilapis vinil yaitu bahan yang biasa untuk membuat bak fiberglass. Dengan lapisan vinil, kolam-kolam tersebut lebih terjamin kebersihannya dan efek dari semen bisa dihilangkan.

Induk yang baik adalah yang memiliki pola warna bervariasi yang cerah simetris dengan bentuk tubuh seperti terpedo dengan berat badan minimal 1 kg. Kebanyakan pembudidaya memilih untuk membeli koi berkualitas baik untuk calon induk dengan ukuran 5-8 cm yang harganya murah untuk dibesarkan menjadi induk.
Secara alami, carp memijah pada musim semi dan menjadi matang gonad dengan menaikkan suhu air. Induk jantan dan betina ditempatkan dalam wadah terpisah (untuk menghindari bertelur yang tidak diinginkan) dan tidak diberi pakan selama beberapa hari.

Koi dapat memijah secara alami dan buatan yaitu dengan rangsangan hormon yang disuntikkan pada tubuh induk betina untuk mempercepat proses pembuahan. Penyuntikan Pituitary Gland (PG, nama dagang ovaprim) dengan dosis 0,2 mg/kg bobot ikan untuk satu kali penyuntikan.

Ovulasi akan terjadi 10 jam setelah penyuntikan. Sistem pemijahan tanpa pengurutan/stripping ini disebut pemijahan semi alami yang lebih aman karena tanpa melukai ikan. Bila ikan sulit melakukan pemijahan alami sehingga perlu bantuan proses pembuahan buatan, maka dilakukan pengurutan telur dan sperma (stripping) yang merupakan pilihan terakhir.

Induk betina dalam sekali pemijahan dapat menghasilkan 75.000 telur/kg berat badan. Perbandingan jumlah induk dalam proses pemijahan adalah 2 betina dan 1 jantan. Biasanya telur yang dikelurkan oleh induk betina menempel pada substrat (injuk) yang segera dibuahi oleh sperma jantan. Setelah telur dibuahi sebaiknya dipisahkan dari induk, dengan memindahkan induk dari wadah pemijahan atau sebaliknya telur yang diangkat dan dipindahkan kedalam wadah penetasan.


2.4. Pendederan


Telur yang sudah dibuahi akan menetas setelah 24-48 jam tergantung suhu. Selama penetasan, kepadatan telur adalah 1 kg per 5 liter air. Larva yang baru menetas belum memerlukan pakan selama 3-4 hari, karena masih mempunyai kantong kuning telur.

Menjelang kuning telur habis, perlu diberikan pakan alami berupa naupli artemia atau pakan alami lainnya yang seukuran. Kemudian secara bertahap dapat diberikan pakan buatan berupa butiran kering(pellet). Dalam 5 hari sesudahnya 1 juta larva memerlukan 7 kg artemia, atau sekitar 0,5-2 kg per hari. Pada tahap ini larva ditebar pada kepadatan 20-40 larva/liter. Untuk menghasilkan 1 juta fingerling memerlukan sekitar 25kg telur artemia. Sintasan selama 9 hari adalah 50-80%. Ikan yang seberat 10 mg dapat dijual seharga US$ 0,25 atau sekitar Rp. 2.500,-.

Larva yang berbobot 0,25 g diberikan pakan buatan (butiran) kering dan dapat didederkan ke kolam hingga ukuran fingerling (2 gram). Pendederan terbagi atas 2 tahap yaitu pendederan I selama 2 bulan pemeliharaan hingga larva mencapai ukuran fingerling (2-3 cm). Pendederan II dilakukan dalam kolam yang diolah untuk menumbuhkan pakan alami dan dilakukan seleksi dan penjarangan (mengurangi kepadatan). Penjarangan bertujuan untuk memberi ruang gerak yang cukup bagi ikan koi. Seleksi bertujuan untuk mendapatkan ikan Koi berkualitas baik.

Waktu yang diperlukan dari telur hingga mencapai ukuran fingerling (2 gram) adalah 6-8 minggu dengan nilai sintasan (SR) 55%. Sedangkan untuk mencapai ukuran 5-8 cm diperlukan waktu 4 bulan. Kualitas ikan koi (pola dan warna) bergantung dari tetuanya. Dari hasil seleksi ukuran fingerling, yang afkir mencapai 25-50%. Dari 1 juta telur dapat dihasilkan 225.000-338.000 ekor fingerling berkualitas baik (22–33 %).




2.5. Pewarnaan

Kualitas koi ditentukan oleh pola warna, kesesuaian jenis koi dan kejelasan warna. Pola warna yang simetris dengan batasan jelas antar warna menunjukkan kualitas yang baik.

Genotip menentukan jumlah dan jenis sel pigmen serta kromatofora. Kromatofora menghasilkan warna juga dipengaruhi otak ikan. Ikan pada wadah gelap cenderung berwarna gelap, begitu pula sebaliknya. Warna dapat berubah bila ikan mengalami tekanan (stres). Biasanya ikan yang tumbuh lambat mempunyai warna yang lebih baik daripada ikan yang tumbuh cepat karena pigmen bisa diubah dan digunakan untuk pertumbuhan tubuh. Seumur hidupnya, ikan koi dapat menyimpan dan menggunakan pigmen. Koi muda yang berwarna pucat apabila diberikan pakan berpigmen selama 6 minggu sebelum dipasarkan akan berwarna menarik. Intensitas warna tergantung dari jumlah pigmen dalam kromatofora. Pigmen dapat muncul dengan adanya karotenoid dalam pakan.


2.6. Pra Panen

Koi tumbuh sekitar 2 cm per bulan dan pada usia 60 tahun dapat mencapai panjang hingga 1 m. Bila ikan Koi telah mencapai ukuran pasar yaitu 20 cm dapat dipanen dan dilakukan seleksi akhir, dengan memisah-misahkan jenis, ukuran dan pola warna tubuhnya. Dari hasil seleksi ini, Koi yang terpilih dibesarkan di dalam bak atau kolam semen sambil menunggu harga pasar yang baik.

Dalam penampungan akhir ini, ikan dapat diperbaiki bentuknya, jika terlalu gemuk dibuat langsing atau yang terlalu kurus dibuat lebih gemuk. Pemeliharaan berikutnya diusahakan tidak terlalu padat, akan lebih baik jika dalam bak dilengkapi aerator sehingga kesegaran air terjamin dan dengan pemberian pakan yang baik dapat meningkatkan kualitas warna tubuh ikan Koi.

3.Budidaya Lobster Air Tawar


Budidaya lobster air tawar merupakan salah satu usaha yang dapat ditekuni. Harganya di pasaran cukup tinggi, sekitar 100 ribu rupiah per kilogram, membuat budidaya lobster air tawar menjanjikan keuntungan bila dilakukan dengan teknik yang benar.

Salah satu lokasi budidaya lobster air tawar terdapat di Desa Bojong Kantong, Kecamatan Langen Sari, Banjar, Jawa Barat. Proses pembesaran dilakukan di kolam sawah, sehingga lobster dapat tumbuh lebih cepat.

Lokasi budidaya lobster air tawar di Banjar, Jawa Barat, dari Jakarta dapat dicapai melalui jalan tol Cipularang. Keluar di pintu tol Cileunyi, perjalanan kemudian dilanjutkan ke arah Priangan Timur, tepatnya di Desa Bojong Kantong, kecamatan Langen Sari.

Disinilah budidaya lobster air tawar di lakukan, di areal seluas 1.400 meter persegi milik Endang Hardi. Dia telah menekuni usaha ini sejak 8 tahun lalu, dengan bantuan teknis dari Universitas Galuh Ciamis.

Lobster yang dibudidayakan disini jenis red clow atau penjapit merah, yang bibitnya didatangkan dari Australia. Jenis ini paling banyak diminati pasar, terutama untuk restoran sea food, dan hotel berbintang.

Budidaya lobster air tawar disini mulai dari pemijahan. Proses pemijahan dilakukan di bak semen. Induk lobster disatukan di dalam bak hingga terjadi perkawinan dan membuahkan telur.

Proses pembesaran lobster dilakukan di kolam tanah di tengah sawah. Lobster tumbuh optimal di kolam air tawar dengan ph antara 7 hingga 9, dan suhu antara 23 hingga 30 derajat celsius.

Pemeliharan lobster air tawar relatif tidak sulit. Untuk kolam tanah, makanannya tersedia secara alami berupa plankton. Sebagai makanan tambahan diberikan campuran parutan singkong, buah pepaya dan pelet. Pakan tambahan ini ditebarkan ke kolam sekali sehari.

Lobster dipanen setelah dipelihara selama enam bulan. Pada usia tiga bulan seperti ini, lobster sudah dapat dikonsumsi, namun dari sisi ukuran belum layak, karena belum memenuhi kriteria permintaan pasar.

Lobster jenis penjapit merah dipasarkan di kota-kota di Pulau Jawa. Harganya sekitar 100 ribu rupiah per kilogram. Harga jual lobster di pasaran yang cukup menggiurkan, membuat usaha budidaya ini layak untuk ditekuni karena menjanjikan keuntungan.

Permintaan lobster air tawar jenis penjapit merah cukup tinggi dan belum seluruhnya dapat dipenuhi. Setiap minggunya sentra budidaya lobster air tawar ini menerima permintaan sekitar 5 kwintal lobster, namun baru dapat dipenuhi sekitar 1 kwintal saja.

Kini saatnya untuk mencicipi kelezatan rasa lobster air tawar. Kebetulan Pak Endang dan keluarganya telah menyiapkan lobster untuk kami nikmati bersama-sama. Hmmm, ternyata, rasa lobster air tawar ini memang lezat. Tidak salah bila banyak digemari dan harganya mahal.

Ikan nila (Oreochromis niloticus) merupakan jenis ikan yang mempunyai nilai ekonomis tinggi dan merupakan komoditas penting dalam bisnis ikan air tawar dunia. Beberapa hal yang mendukung pentingnya komoditas nila adalah a) memiliki resistensi yang relatif tinggi terhadap kualitas air dan penyakit, b) memilliki toleransi yang luas terhadap kondisi lingkungan c) memiliki kemampuan yang efisien dalam membentuk protein kualitas tinggi dari bahan organik, limbah domestik dan pertanian, d) memiliki kemampuan tumbuh yang baik, dan e) mudah tumbuh dalam sistem budidaya intensif.

Sebagai salah satu jenis ikan air tawar, nila telah lama pula dikembangkan sebagai komoditi ekspor baik dalam bentuk ikan utuh maupun dalam bentuk fillet. Negara-negara pengekspor ikan nila antara lain China, Ekuador, Kuba, Honduras, dan juga Indonesia. Adapun negara-negara yang tercatat sabagai pengimpor ikan nila antara lain Timur Tengah, Singapura, Jepang dan Amerika Serikat. Kebutuhan ikan nila Amerika Serikat cukup tinggi sedangkan produksi nila domestik belum dapat memenuhi kebutuhannya. Pada tahun 1998 impor nila Amerika Serikat dari manca negara mencapai 45 ton dan pada tahun 1999 meningkat lagi 15% atau sekitar 52 ton.

Pengembangan budidaya nila di Indonesia telah dimulai sejak tahun 1969. Namun demikian budidaya secara intensif mulai berkembang tahun 1990-an yang berkaitan dengan maraknya budidaya nila di Keramba Jaring Apung. Perkembangan budidaya intensif di Indonesia belum begitu menggembirakan karena beberapa faktor antara lain masih rendahnya efisiensi produksi dan rendahnya harga pasar disamping pengadaan benih dan induk yang bermutu.
Pengkajian teknologi budidaya ikan nila dalam mendukung intensifikasi pembudidayaan diarahkan untuk meningkatkan efisiens produksi, dalam rangka meningkatkan daya saing harga. Beberapa upaya yang berkaitan dengan pengkajian teknologi antara lain pengkajian teknik pembenihan, yang meliputi; kontruksi kolam pemijahan, teknik pengelolaan induk dalam pemijahan (jumlah induk minimal yang dipijahkan dalam rangka menghambat laju silang dalam), teknik produksi benih tunggal kelamin jantan dan benih steril (melalui hormonisasi, YY-Male, dan tetraploidisasi). Sedangkan pengkajian teknik pembesaran diarahkan untuk menghasilkan ikan konsumsi yang memenuhi persyaratan ukuran permintaan ekspor (ukuran ikan minimal 500 gram per ekor) antara lain melalui kajian penggunaan benih tunggal kelamin.

4. Budidaya Ikan Nila
1. Pembenihan
a. Kontruksi Kolam
Kontruksi kolam yang digunakan merupakan penyempurnaan dari kontruksi sebelumnya yang menggunakan pintu monik sebagai out let. Outlet kolam menggunakan “standing pipe”. Kontruksi ini tidak memerlukan kayu papan untuk menutup pintu pengeluaran kolam (outlet), saat pemanenan cukup dengan memiringkan pipa sedikit demi sedikit sehingga larva tidak terbawa arus kuat, kematian larva dan induk pun relatif sangat sedikit. Tenaga kerja efisien dan efektif, yaitu cukup dua orang untuk kolam dengan luas 800 m2. Konstruksi dasar kolam dilengkapi dengan bak yaitu disebut dengan istilah kobakan berbentuk persegi panjang dengan luas sekitar 0,5 sampai 1,5% dari luas kolam, dan tingginya 50-70 cm. dibuat dekat outlet kolam, dengan fungsi utamanya adalah sebagai tempat berkumpulnya induk dan larva pada saat pemanenan. Saluran dasar kolam (kemalir) dibuat dari inlet hingga ke kobakan yang berfungsi untuk memudahkan induk dan larva dapat berkumpul dalam kobakan pada saat panen.
b. Persiapan Kolam
Persiapan kolam untuk kegiatan pemijahan ikan nila antara lain peneplokan/ perapihan pematang agar pematang tidak bocor, meratakan dasar kolam dengan kemiringan mengarah ke kemalir, membersihkan bak kobakan, menutup pintu pengeluaran dengan paralon, pemasangan saringan di pintu pemasukan serta pengisian kolam dengan air. Pemasangan saringan dimaksudkan untuk menghindari masuknya ikan-ikan liar sebagai predator atau kompetitor yang dapat mempengaruhi kuantitas hasil produksi maupun kualitas benih yang dihasilkan.
c. Pemijahan
BBAT Sukabumi mengembangkan sistem pengelolaan induk dalam satu unit produksi benih dengan mempertimbangkan bilangan pemijah. Jumlah induk dalam satu populasi pemijahan secara masal disebut satu paket. Satu paket induk berjumlah 400 ekor yang terdiri dari 100 ekor jantan dan 300 ekor betina (Ne = ±133,3). Dengan induk sejumlah ini diharapkan dapat menghambat laju silang dalam dan memungkinkan keturunannya dapat dijadikan induk kembali setelah melalui kegiatan seleksi.

Penebaran induk dilakukan pada pagi hari saat suhu udara dan air masih rendah. Padat tebar induk adalah 1 ekor/m2, sehingga satu paket induk sebanyak 400 ekor memerlukan lahan untuk pemijahan seluas 400 m2. Satu periode pemijahan berlangsung selama 10 hari untuk dapat dilakukan pemanenan larva. Proses pemijahan sendiri dapat berlangsung selama delapan periode pemijahan dengan delapan kali pemanenan larva, tanpa harus mengangkat induk. Setelah akhir periode, induk diangkat dari kolam pemijahan dan dipelihara secara terpisah antara jantan dan betina untuk pematangan gonad selama 15 hari. Selanjutnya paket induk tersebut dimasukkan kembali kedalam kolam pemijahan yang telah dipersiapkan sebelumnya.
d. Pengelolaan Pakan dan Air
Dosis pemberian pakan adalah 3% dari bobot biomas untuk lima hari pertama pemijahan dan 2-2,5% untuk lima hari berikutnya sampai panen larva. Penurunan dosis pemberian pakan ini disesuaikan dengan kondisi bahwa sebagian induk betina sedang mengerami telur dan larva. Pakan yang diberikan harus cukup mengandung protein ( 28-30%).

Selama pemijahan debit air diatur dalam dua tahap, yakni 5 hari pertama lebih besar 5 hari kedua. Debit air dalam 5 hari pertama adalah dalam rangka meningkatkan kandungan oksigen dalam air, memacu nafsu makan induk disamping mengganti air yang menguap. Dengan demikian air yang mengalir ke kolam terlimpas ke luar kolam melalui saluran pengeluaran.
Sedangkan untuk 5 hari kedua debit air hanya dimaksudkan untuk mengganti air yang terbuang melalui penguapan sedemikian rupa tanpa melimpaskan air ke luar kolam. Hal ini untuk menghindari hanyutnya larva juga menghindari limpasnya pakan alami yang terdapat di kolam pemijahan, sebagai makanan awal bagi larva.
e. Panen Larva
Panen larva dilakukan setiap sepuluh hari sekali pada pagi hari. Tergantung luas kolam, penyurutan kolam dapat mulai disurutkan sehari sebelumnya. Penyurutan air kolam dilakukan pertama-tama sampai setengah-nya. Sebelum surut total, bak tempat panen larva perlu dibersihkan dari lumpur dengan cara membuka sumbat outlet kobakan. Penyusutan secara total dilakukan sampai air hanya tersisa pada kobakan saja. Induk dan larva akan berkumpul pada kobakan, dan segera dilakukan pengambilan larva menggunakan scoop net. Kemudian larva ditampung sementara dalam hapa ukuran 2 x 2 x 1 m3 dengan mesh size 1,0 mm. Proses pengambilan larva ini dapat dilakukan oleh dua orang. Pemungutan larva dilakukan secara total sampai bersih termasuk yang masih terdapat dalam sarang, dengan cara membongkar sarang dan mengarahkan larva ke kobakan.
Sarang tempat pemijahan induk nila yang berbentuk bulat di dasar kolam perlu dihitung untuk menaksir jumlah induk yang memijah dan diratakan kembali. Ukuran larva yang dipanen ada dua ukuran, untuk itu perlu dilakukan sortasi menggunakan hapa mesh size 1,5 mm. Jumlah induk betina yang memijah sebanyak 30-40% dengan perolehan larva sebanyak 60.000-80.000 ekor/paket/10 hari

Larva ukuran kecil ( 9,0 sampai 13 mm) dapat digunakan untuk tujuan jantanisasi menggunakan pakan berhormon. Sedangkan larva ukuran besar dapat langsung didederkan dalam wadah pendederan.

2. Pendederan
a. Kontruksi kolam
Kontruksi kolam pendederan sama dengan untuk pemijahan. Tujuan lain dari kontruksi yang sama tersebut adalah bahwa antara kolam induk dan kolam benih dapat saling bergantian dalam penggunaannya.
b. Persiapan Kolam
Persiapan kolam untuk kegiatan pendederan ikan nila antara lain peneplokan pematang dengan kontruksi tanah, meratakan dasar kolam dengan kemiringan mengarah ke kemalir, membersihkan bak kobakan, menutup pintu pengeluaran dengan paralon, pemasangan penyaring di pintu pemasukan air, pemupukan dengan dosis 250-500 gram/m2 (sesuai dengan kesuburan tanah dan air), pengapuran (bila perlu) serta pengisian kolam dengan air. Pemasangan penyaring dimaksudkan untuk menghindari masuknya predator, ikan-ikan lain dan atau ikan nila jenis lain yang dapat mempengaruhi tidak hanya dari segi kuantitas hasil produksi, tetapi juga kualitas benih yang dihasilkan.

c. Padat Tebar
Pendederan ikan nila dilakukan dalam dua atau tiga tahap. Pendederan tiga dapat langsung merupakan lanjutan dari pendederan kedua. Lama pendederan pertama adalah 30 hari dengan target benih berukuran 3-5 cm. Pendederan kedua dan ketiga, masing-masing juga 30 hari. Benih hasil pendederan ketiga berukuran sekitar 20-30 gram/ekor. Padat tebar pendederan pertama adalah 100-200 ekor/m2, sedangkan untuk pendederan kedua dan ketiga masing-masing 75-100 dan 50 ekor/m2.

d. Pengelolaan Pakan dan Air
Dosis pemberian pakan pendederan 1, 2 dan 3 masing-masing adalah 20, 10 dan 5% dari bobot biomas/hari. Pakan diberikan sehari 3 kali. Kandungan protein dalam pakan sekitar 26-28%.
Debit air dalam pendederan satu dan kedua tidak terlalu besar, yakni sekedar mengganti air yang menguap dan rembes. Namun untuk pendederan ketiga debit air juga dimaksudkan untuk meningkatkan daya dukung media terutama ketersedian oksigen yang berguna dan dapat meningkatkan nafsu makan serta laju pertumbuhan.

e. Panen Benih
Panen benih harus dilakukan pada saat suhu air kolam dan udara relatif sejuk, terutama pada pagi hari. Hal ini untuk menekan angka kematian saat panen. Langkah-langkah kerja dalam aktifitas panen benih sama halnya dengan kegiatan panen larva

f. Kriteria Mutu Benih Ikan Nila
Selain penguasaan teknik pembenihan, para pembenih juga sangat dianjurkan mengetahui kriteria benih yang sesuai dengan SNI. Berikut ini merupakan kriteria mutu benih ikan nila hitam berdasarkan SNI 01-6140-1999, yang terdiri dari kriteria kualitatif (Tabel 1) dan kriteria kuantitatif (Tabel 2).

Tabel 1. Kriteria Kualitatif Larva dan Benih Nila Hitam Kelas Benih Sebar
Kriteria
Larva
Benih
Asal
Hasil penetasan telur dari pemijahan induk kelas pokok antara induk jantan dan induk betina bukan satu keturunan (jangan inbreeding)
Larva berumur sekitar 7 hari, hasil pemijahan induk kelas induk pokok antara jantan dan betina yang tidak satu keturunan
Warna
Hitam
Bagian perut berwarna putih, bagian punggung berwarna gelap sampai hijau kelabu
Bentuk tubuh
Normal
Normal
Gerakan
Bergerak di permukaan sampai dasar wadah
Bergerombol di permukaan tepi wadah dan aktif menyongsong air baru serta ekor bergerak sangat cepat sehingga tidak terlihat jelas gerakannya
Tabel 2. Kriteria Kuantitatif Larva dan Benih Nila Hitam Kelas Benih Sebar.
Kriteria
Satuan
Larva
Pend.I
Pend. II
Pend. III
Umur
Hari
7
30
60
90
Panjang total
Cm
0,6 – 0,7
3-5
5-8
8-12
Bobot minimal
Gram
0,02
1,5
3,0
15
Keseragaman ukuran
%
90
90
80
80
Keseragaman warna
%
90
90
100
100
Keseragaman kelincahan gerak akibat rangsangan luar
%
80-90
90-100
90-100
90-100
Keseragaman gerak melawan arus
%
80-90
90-100
90-100
90-100
Ukuran panen
Cm
3-5
5-8
8-10
10-12


TEKSTUR TANAH YANG ADA DI LAPANG
Melalui praktikum waktu di Blitar,kolam tersebut menggunakan tekstur tanah berpasir atau tanah resogol yang dapat digunakan dalam dilakukan  pemupukan dan kesuburan perairan, maka didapatkan beberapa aplikasi ilmu tanah dalam perikanan, antara lain adalah:
  1. Kita dapat menentukan jenis dan tekstur tanah apa yang baik untuk membuat kolam budidaya, terutama jenis kolam tradisional yang paling baik menggunakan jenis tanah lempung berpasir.
  2. Pembudidaya ikan dapat mengetahui jenis pupuk mana yang baik untuk suatu kolam budidaya dalam parameter kesuburan kolam dan kepadatan plankton.
  3. Banyak pembudidaya di kolam maupun di tambak menggunakan tanah jenis lempung berpasir, karena tingkat porositasnya yang rendah dan banyak mengandung unsur – unsur hara.
  4. Pemberian dosis pupuk (baik organic maupun pupuk buatan) yang tepat bagi kolam dan kesuburan kolam budidaya.
  5. Kita dapat menentukan suatu tekstur tanah dengan mengetahui cara pengambilan contoh tanah baik secar utuh ataupun sederhana, sehingga dapat pula menentukan tingkat porositas suhu tanah yang hendak digunakan untuk substrat kolam tradisional.
  6. Dapat mempelajari ilmu tanah, pembudidaya akan dapat mengetahui baik pH tanah, pH perairan, dan oksigen terlarut (DO) yang optimum bagi suatu kolam budidaya.

KONDISI LINGKUNGAN DI SEKITAR KOLAM BUDIDAYA
Kolam tempat budidayanya bersebelahan dengan sungai yang mengalir dan tidak terlalu deras sehingga dapat dimanfaatkan sebagai sumber air untuk budidaya.Kondisi lingkungan kolam budidaya agar tetap baik dan terjaga harus memiliki kriteria sebagai berikut :
 1.Lokasi
Dalam pemilihan lokasi, tekstur tanah adalah bagian yang perlu diperhatikan. Jenis tanah yang baik untuk kolam pemeliharaan adalah jenis tanah liat berpasir (Badan Standardisasi Nasional, 2006). Jenis tanah tersebut dapat menahan massa air yang besar dan tidak bocor sehingga dapat dibuat pematang/dinding kolam.
2.Kemiringan tanah
Kemiringan tanah yang baik untuk pembuatan kolam berkisar antara 3?5% untuk memudahkan pengairan kolam secara gravitasi. Kawasan perkolaman bebas banjir dan penceamaran serta sesuai dengan rencana tata ruang dan wilayah. Ikan gurami dapat tumbuh normal, jika lokasi pemeliharaan berada pada ketinggian 1?400 m di atas permukaan laut (Badan Standardisasi Nasional, 2006).
3.Sumber air
Sumber air merupakan faktor dominan yang menentukan keberhasilan budidaya gurami dengan kualitas air yang baik. Sumber air dapat dibedakan menjadi dua golongan yaitu air permukaan dan air tanah. Air permukaan adalah air yang mengalir masuk ke kolam mengikuti arah gravitasi misalnya saluran irigasi, air hujan, air sungai, air danau dan mata air. Air tanah yang berasal dari sumur, baik sumur artesis maupun sumur dalam. Air yang baik yaitu tidak tercemar oleh cemaran fisik, kimia dan biologi dari alam, industri, pemukiman dan pertanian (Badan Standardisasi Nasional, 2006). Salah satu syarat utama budidaya gurami adalah air yang bersih. Karena itu hindari pemakaian air yang keruh dan kotor. Sebab jika kotoran itu bercampur dengan pakan, bakal memicu timbulnya bakteri, parasit dan cacing (Agus, 2001).
4.Kualitas Air
Konsentrasi oksigen terlarut sangat penting bagi parameter kualitas air karena dibutuhkan dalam berbagai aktifitas fisik ikan. Kandungan oksigen optimum yang dapat menunjang pertumbuhan ikan adalah 2 mg/l (Badan Standardisasi Nasional, 2006).
Gurami tergolong ikan yang sangat peka terhadap perubahan suhu. Menurut Khairuman dkk (2003) gurami tergolong ikan yang peka terhadap suhu rendah sehingga jika suhu perairan lebih rendah daripada kisaran suhu optimal, gurami tidak akan produktif. Ikan mempunyai batas suhu tinggi dan rendah serta suhu optimal untuk pertumbuhan, inkubasi telur, konversi makanan dan resistensi/ketahanan terhadap penyakit tertentu. Batas optimim suhusangat bergantung pH, kandungan oksigen dan faktor lain seperti ketinggian tempat, kedalaman air dan cuaca. Suhu optimal untuk pertumbuhan adalah 25?300C (Badan Standardisasi Nasional, 2006).
Ikan gurami dapat tumbuh dengan baik pada perairan dengan kisaran pH 5?10. Namun pH optimum yang dapat menunjang perkembangan dengan baik adalah 6,5?8,5 (Badan Standardisasi Nasional, 2006). Cara menetralkan pH yang terlalu asam dilakukan dengan penambahan kapur (CaCO3) atau soda kue ke dalam air dan jika terlalu basa dilakukan dengan penambahan asama fosfor (Agus, 2001).
Sisa pakan berlebih merupakan sumber amoniak. Pada pH tinggi, amoniak menjadi bentuk tidak ter?ion yang beracun. Perubahan mendadak dapat mengakibatkan insang rusak. Nafsu makan ikan dan pertumbuhan akan terhambat pada konsentrasi 0,08 mg/l, dan kematian akan terjadi pada 0,1 mg/l.
Fluktuasi (perubahan) alkalinitasyang cukup drastis akan membahayakan ikan. Kejadian itu dapat dicegah bila perairan mempunyai system buffer yang memadai (mengandung mineral bikarbonat, bikarbonat, borat dan silikat).
Kekeruhanmempengaruhi daya ikat air terhadap oksigen. Air keruh menyebabkan ikan kekurangan oksigen, nafsu makan berkurang, batas pandang ikan berkurang serta tertutupnya insang oleh partikel lumpur. Menurut Khairuman dkk (2003), gurami paling menyukai perairan yang jernih, tenang dan tidak banyak mengandung lumpur. Kecerahan air optimum yang dapat menunjang kehidupan ikan gurami yaitu 40?60 cm (Badan Standardisasi Nasional, 2006).
Aspek Ekonomis
Lahan yang digunakan dapat menunjang keberlangsungan usaha budidaya, antara lain akses jalan dan pasar. Kemudahan transportasi dapat memperlancar penyediaan sarana dan prasarana budidaya. Kemudahan memasarkan hasil panen ke pasar bahkan pembeli bisa langsung dapat mendatangi lokasi panen budidaya dan memberi tambahan keuntungan bagi pembudidaya.
Aspek Sosial
Area budidaya harus memberikan dampak positif bagi masyarakat sekitar, antara lain meningkatnya pengetahuan dan keterampilan masyarakat, kesempatan usaha dan penyerapan tenaga kerja, serta memenuhi kebutuhan protein hewani. Dengan pemberdayaan masyarakat di sekitar lokasi dapat menjamin keamanan areal budidaya dan keberhasilan usaha.